Free from the “7 Deadly Sins” – Part 3

From heresy, frenzy and jealousy, good Lord deliver me. – Ludovico Ariosto

Hari ini kita akan bahas tentang dosa maut ke 3 menurut Billy Graham, yaitu Cemburu. Kenapa cemburu dikategorikan sebagai dosa? Cemburu yang seperti apa?

Cemburu dan iri hati:
– membinasakan reputasi seseorang
– menyebabkan keretakan persekutuan di gereja-gereja
– menyebabkan orang melakukan pembunuhan- mempersempit lingkungan pergaulan
– memperkecil jiwa

Alkitab menghubungkan cemburu dengan pembunuhan; ilmu psikiatri modern mendukung pendapat ini.

Ada suatu cerita Yunani tentang seorang yang membunuh dirinya dengan perasaan cemburu. Orang-orang senegerinya telah mendirikan patung bagi juara umum suatu perlombaan. Tetapi orang ini, ia adalah rival sang juara yang mendapat kehormatan itu, ia begitu cemburu sehingga ia pun bertekad untuk meruntuhkan patung tadi. setiap malam ia memahati dasar patung itu supaya roboh. Akhirnya ia berhasil. Patung itu pun roboh–tetapi roboh menimpa dia. Ia mati, korban dari rasa cemburunya sendiri.

“Janganlah takut, apabila seseorang menjadi kaya, apabila kemuliaan keluarganya.” (Mazmur 49:17)

Cemburu terhadap orang-orang yang lebih berada daripada kita takkan menambah kekayaan kita satu sen pun, melainkan hanya merusak jiwa kita. Entah kenapa, seorang pencemburu menganggap bahwa keberuntungan orang lain adalah kerugiannya, kesuksesan orang lain adalah kegagalannya, berkat buat orang lain adalah kutuk baginya. Ironi dari semua ini, yaitu kalau ia menanamkan hal-hal seperti itu dalam pikiran dan jiwanya lalu memupuknya supaya bertumbuh makin besar, kegagalannya sendiri pasti datang. Penulis belum pernah melihat orang mendapat keuntungan apa pun karena cemburu terhadap orang lain, tetapi dia melihat banyak orang terkutuk karenanya.

Orang tak dapat memiliki kepribadian yang utuh kalau ia menyimpan rasa cemburu dalam hatinya. “Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang.” (Amsal 14:30)
Cemburu adalah salah satu dosa paling keji, dosa ini timbul tanpa suatu sebab. Cemburu sangat dicela oleh orang-orang bijak di segala zaman dan dengan pasti juga oleh Allah.

“Siapa dapat tahan terhadap cemburu?” – Salomo

“Janganlah kita gila hormat, janganlah kita saling menantang dan saling mendengki.” – Paulus

“Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri, di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat.” – Yakobus

Menurut Alkitab, cemburu adalah sifat yang kita bawa sejak lahir. Kain cemburu terhadap Habel, jadi Kain membunuh adiknya. Saudara-saudara Yusuf cemburu terhadapnya dan menjualnya ke Mesir untuk jadi budak. Haman cemburu terhadap Mordekhai yang bijaksana. Cemburu tidak memerlukan alasan untuk menyerang. Malah seringkali tak ada alasan sama sekali untuk adanya rasa cemburu itu sendiri. Cemburu muncul saja tanpa disangka dalam hati manusia yang belum bertobat seperti rumput liar tumbuh di kebun bunga.
Cemburu dapat disamakan dengan bumerang, senjata makan tuan, senjata yang lebih mencederai yang menyerang daripada yang diserang.

Apakah ada orang pencemburu yang hidup bahagia? Pada saat ia mendirikan sebuah tiang gantungan untuk orang lain karena cemburu, saat itu juga hidup kerohaniannya sudah mati.

Orang Farisi dan Saduki cemburu atas perhatian orang terhadap Yesus. Rasa dengki dan cemburu menyala-nyala seperti api dalam hati mereka. Mereka yang pada dasarnya bukan golongan orang-orang yang punya hubungan baik antar satu dengan yang lain pun bahkan berunding, apa yang harus diperbuat untuk dapat membunuh Dia. Cemburu mempunyai banyak bentuk dan ragam, semuanya itu dibenci Allah. Cemburu itu mempercepat kebinasaan orang-orang yang mempunyai perasaan seperti itu dalam hatinya.

Kalau Anda didiagnosa menderita penyakit yang cukup berat, Anda tidak akan menghemat tenaga waktu dan uang untuk menyembuhkannya bukan? Meskipun demikian, banyak orang yang dikecam oleh rasa dengki, yang jauh lebih berbahaya dan mematikan, toh diam saja tanpa mengambil langkah untuk menyembuhkannya.

Di mata Allah, dengki dan cemburu adalah sama jijik dan jahatnya dengan percabulan terang-terangan. Cemburu adalah salah satu dari tujuh belas perbuatan daging yang disebut oleh Paulus dalam surat-suratnya ke orang Galilea, dan ia menyejajarkan cemburu dengan percabulan, pembunuhan, perzinahan, dan mabuk-mabukan. Dosa karena rasa dengki lebih banyak dilakukan orang daripada dosa-dosa perbuatan daging lainnya, dan khotbah-khotbah di gereja jarang sekali menyinggung kuasa dengki yang dapat membinasakan.

Walaupun cemburu tidak dilarang oleh undang-undang, kejahatan ini yang telah merasuki kehidupan kita di zaman modern ini sangat ditentang keras dan dikutuk oleh Allah.

“Janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan, supaya kamu jangan dihukum. Sesungguhnya Hakim telah berdiri di ambang pintu.” (Yakobus 5:9)

Dengki dan cemburu juga dilarang karena menghilangkan kegembiraan, kebahagiaan, dan perasaan puas dari hidup ini. Tak mungkin ada ketenangan dan kepuasan selama rasa cemburu mendekam di hati seseorang. Cemburu menghilangkan keefektifan pekerjaan seseorang, juga menghalangi pelayanan orang itu kepada Allah. Cemburu dan dengki menghadirkan segala macam penyakit dalam tubuh karena ketegangan urat syaraf yang ditimbulkannya.

Dengki menghambat persekutuan orang dengan Allah. Tak mungkin orang diterima bersekutu dengan Allah kalau dengki ada dalam hatinya. Kalau Anda bukan Kristen dan belum mempersembahkan hati dan hidup Anda kepada Kristus, itulah salah satu gejala dari dosa pokok yang memisahkan Anda dari Tuhan. Anda harus bertobat dari dosa Anda kemudian menerima Kristus sebagai Juruselamat supaya mendapat hidup baru dan kemenangan atas rasa dengki.
Kalau Anda Kristen, tetapi ada rasa cemburu dalam hati Anda, itu berarti bahwa Anda tidak mempunyai persekutuan dengan Kristus, dan tidak mempunyai gairah dan rahasia dari hidup seorang pemenang.

Bagaimana kita dapat bebas dari dosa yang mencelakakan ini?

  1. Akuilah bahwa Anda mempunyai dosa itu. Dokter-dokter mengatakan bahwa penyakit yang mendapat diagnosa baik, sebenarnya sudah setengah disembuhkan. Jangan menyalahkan orang lain karena kegagalan Anda. Adakan semacam inventarisasi tentang keadaan jiwa Anda dan ambil tindakan-tindakan tegas untuk membebaskan diri Anda dari dosa-dosa yang merongrong Anda. Mengakui kesalahan tidak akan membuat Anda lebih kecil, melainkan sebaliknya, akan membuat Anda lebih besar di mata orang lain.
  2. Akuilah dosa Anda kepada Allah dan berbalik dari dosa Anda itu. Banyak orang yang hendak menuju ke kesembuhan rohani memulainya dengan mengakui dosanya kepada Allah. Akuilah dosa Anda, berbalik daripadanya dan bertobat.
  3. Bukalah hati Anda kepada karunia Kristus yang dapat memperbarui. Anda tak dapat melawan rasa dengki dan cemburu dengan kekuatan Anda sendiri. Paulus telah mengetahui rahasia ini waktu ia berkata dalam Filipi 4:13, “Segala hal dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” Apabila hidup Anda dikuasai oleh hidup baru dari Kristus, Anda akan mendapati, bahwa perjuangan dahulu, rasa dengki yang lama, akan lebih mudah dikuasai.
  4. Mintalah Roh Kudus masuk ke dalam hati Anda untuk memberi Anda kemenangan. Dengan demikian Anda mati terhadap dosa, tetapi hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus. Buah Roh ialah kasih, dan di mana kasih berdiam sepenuhnya, di sana pun tak ada tempat untuk dengki dan cemburu. Anda dapat memperoleh kemenangan penuh dengan menyerahkan diri tanpa syarat kepada Kristus.

Free from the “7 Deadly Sins” – Part 2

Sifat pemarah adalah salah satu dari tujuh dosa manusia yang paling berat. Dosa ini bisa dilakukan setiap orang, mulai dari bayi sekalipun sampai orang tua. Walau hanya 1 orang yang marah dalam keluarga, tetapi akibatnya dirasakan semua anggota. Tidak ada orang yang kebal dari “penyakit” amarah ini.

Sifat pemarah dikecam keras oleh gereja dan dicela oleh Alkitab. Amarah dapat menyebabkan orang tega menista, menyerang, bahkan membunuh orang lain. Jadi, amarah mendatangkan akibat yang tidak diinginkan baik fisik maupun batin korbannya. Seperti peluru senapan yang memantul, kadang-kadang berbalik mengenai orang yang menembakkannya. Jadi sama-sama binasa, baik penembak maupun yang ditembak.

Kemarahan menyebabkan kekesalan dalam hati, perselisihan dalam keluarga, ketegangan dalam masyarakat, dan kekacauan di dalam negeri. Rumah tangga sering hancur karena perselisihan-perselisihan keluarga seperti dilanda badai. Hubungan baik dengan orang lain di kantor, toko, di manapun, sering terputus waktu amarah meluap merasuki kepala yang dingin. Persahabatan bisa rusak karena amarah yang tak terkendali.

Karena amarah menimbulkan banyak perselisihan dan bencana dalam dunia ini, maka Allah sangat membencinya. “Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan.” (Mazmur 37:8)
Yesus juga dengan gamblang menggolongkan amarah dalam dosa keji, yakni dosa membunuh. Dalam Matius 5:22 Ia berkata,”Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; … dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.”
Raja Salomo yang bijak berkata dalam Amsal 16:32,”Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota.”
Kemudian dalam Yakobus 1:19 juga dikatakan,”Saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: Setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah.”

Amarah adalah dosa keji, sebab amarah menunjukkan sifat hewani manusia. Banyak orang disukai, dianggap manis, memikat, dll, sampai suatu ketika mereka dikuasai oleh amarah. Orang ini berubah menjadi menjijikkan–tidak memakai akalnya–yang lebih baik disebut binatang buas daripada manusia berbudaya. Para ahli ilmu kedokteran mengatakan bahwa kalau emosi seseorang dirangsang tinggi, maka tubuh melalui ginjal akan menghasilkan hormon secara berlebihan untuk menggantikan persediaan yang dihasilkan oleh ketegangan emosi itu. Orang yang bersifat lekas marah memakai energi tambahan ini untuk membakar amarahnya dan bukan untuk memadamkannya.

Amarah bukan hanya menunjukkan sifat hewani manusia, tetapi juga menghalangi kesaksian kristiani. Sebagai contoh, Rasul Petrus. Karena ia marah kepada serdadu-serdadu Roma, ia mencabut pedang dan menetak telinga hamba Imam Besar. Tetapi Yesus menegurnya,”Semua orang yang menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang.” (Matius 26:52). Banyak kesaksian kristiani jadi binasa karena amarah.

Ada seorang nyonya yang mengaku Kristen, yang ingin sekali suaminya mendapat jalan kepada Kristus. Suatu hari pendeta berbicara kepada suaminya tentang jiwanya dan bagaimana ia dapat menemui Kristus. Tetapi pendeta itu terkejut dan tidak tahu harus bicara apa ketika orang itu berkata,”Saya sebenarnya bukan tidak punya kecenderungan terhadap hal-hal keagamaan, tetapi kalau agama Kristen membuat saya menjadi sering naik pitam seperti istri saya, lebih baik saya tidak punya hubungan apa-apa dengan agama itu.”

Si pendeta kemudian menjumpai nyonya tadi dan menceritakan persis apa yang dikatakan suaminya. Nyonya ini rupanya tidak sadar bahwa sifat amarahnya sudah keterlaluan. Ia lalu menyesali dosanya dan berdoa mohon ampun kepada Allah.
Beberapa hari kemudian si suami pergi memancing ikan. Waktu ia pulang ke rumah dengan tangkai pancing di bahunya, tanpa sengaja ia menyentuh lampu meja yang mahal dan lampu itu terlempar hancur berserakan di lantai. Ia tetap berdiri di sana sambil menutup kedua telinganya, menunggu semburan makian istrinya. Tetapi apa yang ditunggu-tunggu tidak terjadi. Ia menoleh ke belakang dan di sana istrinya berdiri dan tersenyum.

“Kau tidak perlu khawatir karena itu. Hal-hal yang lebih dari ini sering terjadi dalam keluarga lain yang terbaik sekalipun!”

“Jadi, itu berarti kau tidak marah seperti biasa?” tanya suaminya.

“Tidak, hal itu sudah berlalu. Saya menyesal bahwa saya tidak punya kesabaran di waktu-waktu lalu. Tetapi sekarang Tuhan sedang menolong saya untuk menguasai perasaan saya.”
Beberapa minggu kemudian si suami masuk jadi anggota gereja. Sekarang kesaksian si istri terhadap suaminya jadi lebih efektif karena amarahnya sudah dikuasai oleh Roh Allah.

Amarah juga menyebabkan orang kehilangan kegembiraan dan gairah untuk hidup. Dalam Kejadian 4:6 Allah berkata kepada Kain yang kegembiraannya sudah dilenyapkan oleh amarahnya,”Mengapa hatimu panas dan mukamu muram?”
Susahnya ketika kehilangan kesabaran, sering hal-hal lain pun hilang. Kalau anda marah, air muka anda yang baik juga lenyap, nama baik atau reputasi juga lenyap, teman-teman juga lenyap, kesempatan-kesempatan baik juga lenyap, kesaksian kita pun lenyap.

Amarah adalah asal mula keinginan untuk membunuh. Pembunuh pertama, Kain, penuh amarah sebelum ia membunuh Habel. Amarah itu menghancurkan, merusak, membinasakan, menyulut api emosi, memperdalam rasa cemburu, membuat jiwa kering dan hampa.
Yang kita bicarakan di sini adalah amarah yang irasional dan tidak dapat dibenarkan–yakni amarah yang melawan kata hati (conscience), menyerang orang tidak bersalah dan menyebabkan timbulnya rasa dengki dan ketidakserasian dalam rumah tangga dan masyarakat. Inilah jenis amarah yang dibenci Allah.

Terlalu banyak di antara kita yang melakukan dosa ini. Walaupun kita mencari dalih dengan menyalahkan sifat alamiah kita yang pemarah, namun hati nurani kita tetap menuduh kita. Ada keyakinan kita yang mendalam, bahwa kita mendukakan Roh Allah kalau kita diperintah oleh sifat marah yang tidak terkendali.

Apa yang dapat kita perbuat terhadap dosa karena tabiat seperti itu? Ada kemenangan atas amarah yang penuh dosa, yaitu dalam Kristus. Langkah pertama untuk menang atas amarah yang tidak sepatutnya itu adalah keinginan untuk bebas dari amarah itu sendiri. Kedua, kita harus mengakui kepada Allah bahwa kita punya sifat yang jahat ini, dan memohon pengampunanNya atas sifat yang suka mengamuk dan tabiat marah yang tak terkendalikan ini. Kalau amarah adalah dosa dan kalau memarahi orang lain tanpa sebab akan dihukum Allah, haruslah kita juga membenci sifat marah itu, tidak menyukainya, dan mencari cara-cara yang ditunjukkan Allah untuk mengatasinya.

Setiap orang tahu bahwa amarah yang membabi buta adalah kejahatan dan tidak menurut teladan Kristus. Allah dalam anugerahNya menjanjikan pengampunan dosa amarah dan membersihkan kita daripadanya. Itu berarti tabiat kita yang tadinya dipakai untuk melampiaskan nafsu amarah, sekarang menjadi berkat. Lidah yang dipakai untuk kata-kata kotor, sekarang dipakai untuk memuji Allah. Tangan yang dipakai untuk menciderai orang, sekarang dipakai untuk menyembuhkan. Kaki yang tadinya berjalan di atas jalan untuk tindakan-tindakan kekerasan, sekarang berjalan di atas jalan kasih.

Alkitab juga mengajarkan kepada kita, bahwa ada juga kemarahan berdasarkan kebenaran Tuhan yang dapat dibenarkan, yaitu kemarahan terhadap dosa, korupsi, ketidaksenonohan yang terjadi di sekitar kita.

Amarah yang ketiga ialah murka Allah. Allah adalah Allah yang suci dan benar. MataNya begitu suci sehingga Ia tidak tahan melihat kelaliman. Kalau Ia melihat dosa, kesucianNya meledak dan berubah menjadi murka dan amarah terhadap dosa itu.

Orang-orang yang belum datang ke salib Kristus, yang belum mengakui dosanya dan belum menerima Dia sebagai Juruselamat, adalah orang-orang yang ditimpa murka Allah. Hari penghakiman akan datang, di mana murka dan amarah yang suci itu akan meledak terhadap orang-orang berdosa yang belum menerima Yesus Kristus.

Free from the “7 Deadly Sins” – Part 1

Tahun lalu kira-kira bulan Agustus, gw beli 1 buku judulnya “Bebas dari 7 Dosa Maut” yang ditulis sama Billy Graham. Awalnya gw pikir buku ini menarik, dan bisa menolong gw di dalam memahami dosa2 tersebut dan secara praktikal bisa membantu gw melawan / menghindari dosa tersebut, meskipun hanya sedikit (yang bisa bantu banyak ya hanya Tuhan.. agree?). Tapi ternyata setelah gw bawa pulang, gw taro, lupa gw baca.. -_-” it’s because i’m still struggling to make reading a habit, still not too fond of books (yet, but i really think and hope it is going to change soon).

So, gw akan bahas dari dosa urutan pertama menurut si penulis, yaitu : Kecongkakan.

Kenapa kecongkakan ada di urutan pertama? Penulis menjelaskan lewat Amsal 16:18, “Kecongkakan mendahului kehancuran”. Jadi kecongkakan adalah keadaan mental atau moral yang mendahului hampir semua dosa lain. Basically setiap dosa punya unsur yang sama, yaitu pementingan diri sendiri, dan kecongkakan ini terutama adalah membesar-besarkan diri, menganggap diri sendiri lebih unggul daripada orang lain.

“Setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi Tuhan; sungguh ia tidak akan luput dari hukuman.” – Amsal 16:5

“Keangkuhan merendahkan orang, tetapi orang yang rendah hati, menerima pujian.” – Amsal 29:23

Ga salah mempertahankan harga diri, atau punya rasa bangga akan kepribadian diri sendiri, Allah ga benci itu, tapi yang Dia benci adalah membesar-besarkan diri secara keterlaluan, melebihi kualitas diri yang sebenarnya; egoisme menjijikkan bukan hanya bagi Allah tapi juga buat manusia. Allah tidak tahan terhadap kecongkakan, Ia membencinya!

A. Kecongkakan Rohani
Dalam Yesaya 14:12-15 dapat kita baca :
“Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa!
Engkau yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak naik ke langit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara.
Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi!
Sebaliknya, ke dalam dunia orang mati engkau diturunkan, ke tempat yang paling dalam di liang kubur.”

Dalam ayat-ayat di atas Lucifer mengatakan “Aku hendak” sampai empat kali. Kecongkakan dalam hati Lucifer jadi dosa pertama yang dilakukan di alam semesta ini. Apabila kita seperti Lucifer, merasa bisa melakukan segala sesuatu tanpa bantuan siapa pun, maka sebenarnya kita memang dalam keadaan bahaya.

Orang yang congkak rohani :
– Lebih mengandalkan kebajikan sendiri daripada karunia Allah
– Cenderung memandang rendah orang lain
– Seperti orang Farisi yang berkata,”Ya Allah, aku mengucap syukur kepadaMu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain” (Lukas 18:11).
– Berpandangan picik dengan membanggakan dan menyanjung diri terlalu berlebihan
– Menganggap diri selalu lebih baik dari orang lain dalam hal kerohanian.
– Mereka berpegang pada hukum Taurat, tapi sebenarnya sudah sejak lama mereka melupakan jiwa Taurat itu.
– Menganggap gerejanya suci sedangkan gereja lain tidak. Mereka lupa bahwa tidak ada gereja yang suci. Ingat perumpamaan tentang gandum dan ilalang? Yesus mengajarkan keduanya tumbuh bersama-sama sehingga kita tidak dapat membedakannya, hingga pada akhir zaman. Tapi sekarang, banyak “orang Farisi” mencoba mencabut ilalang dari antara gandum-gandum.
– Berusaha membersihkan selumbar dari mata orang lain, padahal di mata mereka sendiri ada balok. Mereka bersikap angkuh, sok benar sendiri.
– Membuang-buang waktu hanya untuk mempergunjingkan orang lain.

B. Kecongkakan Intelektual
Bentuk lain dari kecongkakan ialah kecongkakan intelektual, tentang ini alkitab berkata “Pengetahuan yang demikian membuat orang menjadi sombong, tetapi kasih membangun. Jika ada seorang menyangka, bahwa ia mempunyai sesuatu “pengetahuan”, maka ia belum juga mencapai pengetahuan, sebagaimana yang harus dicapainya.” (1 Kor. 8:1-2).

Orang yang congkak intelektual :
– Lupa bahwa kemampuan-kemampuan mental kita adalah pemberian Allah, dan sebenarnya pengetahuan yang kita peroleh adalah hasil karya orang lain.
– Bersandar pada pengetahuan diri sendiri dan bukan Allah.
– Selalu berusaha memasukkan Allah ke dalam tabung percobaan, dan bila tidak dapat masuk, maka mereka tidak menerimaNya.
– Tidak bisa mengerti bahwa iman adalah di luar jangkauan ilmu pengetahuan dan akal manusia, dan iman menerima sesuatu yang tampaknya tidak logis.
– Tidak punya toleransi
– Berpandangan sempit
– Puas dengan diri sendiri (dalam arti merasa dirinya pintar)

Mempunyai ilmu pengetahuan tanpa iman, berarti memakai hanya setengah dari pikiran kita. Amsal 9:10 berkata : “Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan.”

“Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.” – Amsal 3:5

C. Kecongkakan Materi
Barang-barang yang kita miliki, sama seperti berkat-berkat lainnya yang adalah pemberian Allah.

“Haruslah engkau ingat kepada Tuhan, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan.” – Ulangan 8:18

“Kekayaan dan kemuliaan berasal dari padaMu dan Engkaulah yang berkuasa atas segala-galanya; dalam tanganMulah kekuatan dan kejayaan; dalam tanganMulah kuasa membesarkan dan mengokohkan segala-galanya.” – 1 Tawarikh 29:12

Orang yang congkak materi :
– Diri sendiri didudukkan ke atas singgasana dan bukan Allah.
– Hal-hal yang tidak penting dibuat menjadi yang paling penting.
– Tidak punya pegangan hidup yang benar.- Hanya memusatkan perhatian kepada apa yang ia miliki, bukan kepada siapa sebenarnya dia di hadapan Allah.
– Rakus.

“Janganlah percaya kepada pemerasan, janganlah menaruh harap yang sia-sia kepada perampasan; apabila harta makin bertambah, janganlah hatimu melekat padanya.” – Mazmur 62:11

“Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan.” – 1 Timotius 6:9

Semua benda materi yang kita miliki adalah pemberian Allah. Kesanggupan untuk mengumpulkannya juga pemberian Allah. Demikian juga waktu untuk menikmati dan menggunakannya adalah pemberian Allah. Maka dari itu, janganlah congkak dengan benda-benda yang dimiliki.

D. Kecongkakan Sosial
Bentuk kecongkakan ini tampak dalam kesombongan kelas, ras, dan suku. Allah tidak membuat perbedaan-perbedaan seperti perbedaan yang dibuat manusia di antara mereka. Keyakinan bahwa ada ras istimewa itu tidak Alkitabiah, contohnya Hitler. Pandangannya telah mengacaubalaukan dunia ini dan meruntuhkan suatu bangsa yang besar.

Banyak orang berdosa karena kecongkakan sosial. Terlihat di acara-acara tertentu, banyak orang kaya baru berpakaian parlente sangat mencolok, padahal abdiwan-abdiwan sejati hanya mampu berpakaian sederhana. Seekor zebra kelihatan lebih menawan daripada kuda biasa, tetapi kuda biasa ini yang lebih disayangi karena jasanya lebih besar.

Alkitab mengajarkan : kecongkakan adalah dosa. Setiap jenis kecongkakan adalah batu sandungan bagi Kerajaan Allah.

Then what should we do? Admit your arrogance! Akui kecongkakanmu! Rendahkan diri di hadapan Allah. Datang ke salib Yesus Kristus dan menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus (Filipi 2:5). Tidak ada seorang pun dengan congkak dapat sampai ke dalam Kerajaan Allah. Kita dapat datang kepada Allah, hanya jika kita merendahkan diri, mengakui dosa Anda, dan menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat.

Pelayan Kecil

from a friend and sister, enjoy.

Di pikiran teman-teman, sebenarnya dari sekecil apakah kita bisa dipakai oleh Tuhan untuk melayani?

SMP? SD? Hmm.. rasanya SD yang paling mungkin ya. Anak TK mana ngerti pelayanan sih?

Benarkah begitu?

Zachary, anak saya yang berusia 4.5 bulan sudah dipakai Tuhan lho saudara-saudara. Tidak percaya? Berikut ceritanya.

Sejak Zachary berusia 1 bulanan saya sudah sering ajak Zachary ke Sekolah Minggu. Sebagai anggota majelis bagian pembinaan biasanya saya berkeliling. Jadi memang Zachary tidak diam di kelas batita. Dia ikut kemana mama/papanya pergi. Maklum, saya dan suami ingin sebisa mungkin Zachary bersama-sama kami di weekend. Kan weekdays kami harus bekerja sehingga tidak punya banyak waktu buat dia.

Singkat cerita hari itu saya nongkrong di ruang guru sekolah minggu SD. Sambil mengamati guru-guru bersiap-siap, saya menyusui Zachary. Tak lama kemudian jam 8, waktunya Sekolah Minggu mulai, kepanikan terjadi. Beberapa guru yang kebagian pelayanan hari itu malah belum tiba. Waduh waduh. Susah juga ni.

Kami berdoa dan berdoa tapi tak lama kemudian kami putuskan Sekolah Minggu sebaiknya segera dimulai. Telat Sekolah Minggu akan berefek pada: telatnya GSM ibadah dan juga telatnya ASM ikut kelas talenta. Ya sudahlah dimulailah puji-pujian SM hari itu.

Ketika sudah waktunya unt pemberitaan firman Tuhan, yang ditunggu-tunggu belom hadir juga. Waduh waduh. Salah seorang rekan langsung nembak: irene, main drama ya. gantiin ya jadi salah satu tetangga yang punya buli2 minyak.

Eh, gimana, Zacharynya dikemanain donkz? Suami ga bisa pegang juga karena sama-sama kena tembak tetiba juga. 😂

Akhirnya saya main drama, sambil gendong Zachary. Jadi Zachary ceritanya jadi anak si ibu tadi itu. Sedikit improvisasi disana sini akhirnya saya dan Zachary selesai juga melakukan pelayanan itu.

Tak lama rekan yang ditunggu datang sambil tergopoh-gopoh. Telat bangun katanya. Maklum lah, GSM manusia juga.

Dan lagi tidak ada sesuatu yg kebetulan bukan?

Nah, hari itu saya diingatkan Tuhan:
1. Pelayanan itu anugerah. Dia bisa pakai kita kapan saja dimana saja. Asal kita mau. Dan ketika memang sudah ditetapkan, tidak ada yang bisa mengambilnya dari kita. Maka itulah siap sedialah kapanpun saatnya Tuhan mo pakai kita. *fiuh, note to self banget.
2. Pelayanan bisa dimulai dari umur berapa saja. Zachary yang bahkan belum mengerti apa itu pelayanan, dipakai Tuhan di usianya yang masih 0 tahun.

Jadi saudara-saudara, sebenarnya apa yang menghalangi kita untuk melayani? Usia? Waktu? Pekerjaan? Ataukah hanyalah keinginan daging kita untuk tidak melayani?

1 Petrus 4:11
Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah; jika ada orang yang melayani, baiklah ia melakukannya dengan kekuatan yang dianugerahkan Allah, supaya Allah dimuliakan dalam segala sesuatu karena Yesus Kristus. Ialah yang empunya kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya! Amin.

Our Daily Bread — A Storyteller

READ: Colossians 1:13-23

You, who once were alienated . . . , yet now He has reconciled. —Colossians 1:21

In the years following the American Civil War (1861–1865), Union Major General Lew Wallace served as a governor of the New Mexico territories; New Mexico not yet having been admitted as a state. His work there put him in contact with many of the characters that make up the Wild West’s near-mythic history, including Billy the Kid and Sheriff Pat Garrett. It was here that Wallace wrote what has been called by some “the most influential Christian book” of the 19th century, Ben-Hur: A Tale of the Christ.

Wallace witnessed the worst impact of sin on humanity as he saw the violence of the Civil War and the Wild West. In life and in his best-selling book, Wallace understood that only the story of Jesus Christ has the power of redemption and reconciliation.

For the follower of Christ, the climax of our lives was the moment God “delivered us from the power of darkness and conveyed us into the kingdom of the Son of His love, in whom we have redemption through His blood, the forgiveness of sins” (Col. 1:13-14). Now we have the privilege of being storytellers of God’s wonderful redemption. —Randy Kilgore

Lord, please take control of my words today.
Fill me with Your words of love and grace.
Use them to turn some heart toward You.
I can do nothing without You.

The difference Christ makes in your life is a story worth telling.

Bible in a year: Genesis 29-30; Matthew 9:1-17

Insight

Paul mentions the believer’s past, present, and future in this passage. We “once were enemies,” but now in Christ “we have redemption” and are “reconciled” (vv.14,21). When Christ returns, He will “present [us] holy and blameless” if we “continue in the faith” (vv.22-23).

Our Daily Bread — What’s Your Motto?

11th January 2015

READ: Luke 12:4-7,22-32

Do not fear . . . ; you are of more value than many sparrows. —Luke 12:7

Grug Crood, the dad of a caveman family in an animated movie, believes that there’s no safe place beyond their cave. They huddle together at night so he can protect them. He thinks his teenage daughter should give up her adventurous side because it can only lead to danger. His motto for his family is “Never not be afraid.” In other words, “Always be afraid.”

Jesus often told His followers the opposite: “Do not be afraid.” He said that to Simon when He called him to follow Him (Luke 5:10). When Jairus, a synagogue leader whose daughter was dying, came to Him, Jesus reassured him with those same words of care (8:50).

Luke 12 records Jesus telling His disciples not to be afraid when He taught them how God cared for them much more than for the sparrows (v.7). And after His resurrection, Jesus told the women who came to the tomb, “Rejoice! . . . Do not be afraid” (Matt. 28:9-10).

Fear is a universal feeling. We have concerns about loved ones, our needs, and the unknown future. How can we learn to have faith? The Lord has given us a foundation on which to build our confidence in Him: “He Himself has said, ‘I will never leave you nor forsake you.’ So we may boldly say: ‘The Lord is my helper; I will not fear’ ” (Heb. 13:5-6). —Anne Cetas

Father, life in this world can sometimes be scary.
Thank You for the promise that Your love and care
will never be taken away from us. When fear seems
overwhelming, help us to remember Your promises.

The love of God frees us from the prison of fear.

Bible in a year: Genesis 27-28; Matthew 8:18-34

Our Daily Bread — Too Late To Change?

READ: John 3:1-8,13-16

Nicodemus said to [Jesus], “How can a man be born when he is old?” —John 3:4

There are sayings in many languages about the difficulty of changing long-established habits. In English, “You can’t teach an old dog new tricks.” In French, “Ce n’est pas à un vieux singe qu’on apprend à faire la grimace” (You can’t teach an old monkey how to pull a funny face). In Spanish, “El loro viejo no aprende a hablar” (An old parrot can’t learn to speak).

When Jesus told Nicodemus that he must be “born again” to “see the kingdom of God,” he replied, “How can a man be born when he is old? Can he enter a second time into his mother’s womb and be born?” (John 3:3-4). Professor and author Merrill Tenney suggests that Nicodemus was saying, in effect, “I acknowledge that a new birth is necessary, but I am too old to change. My pattern of life is set. Physical birth is out of the question and psychological rebirth seems even less probable . . . . Is not my case hopeless?”

Jesus’ reply included these words, “For God so loved the world that He gave His only begotten Son, that whoever believes in Him should not perish but have everlasting life” (v.16). That is the offer of new life and a new beginning for anyone, young or old.

Whatever our age or situation in life, with God’s power, it’s not too late to change. —David McCasland

Father, old habits are hard to break, new ones
are harder to learn, and sometimes we don’t want
to do either. Thank You for Your faithfulness to
continue teaching us new ways, Your ways.

Because God is powerful, change is possible.

Bible in a year: Genesis 25-26; Matthew 8:1-17

Insight

Nicodemus was one of Israel’s religious rulers and leading teachers (v.10). He apparently turned to Christ and even assisted Joseph of Arimathea with Jesus’ burial (19:38-39).

Our Daily Bread — Love Letter

READ: Psalm 119:97-104

Oh, how I love Your law! It is my meditation all the day. —Psalm 119:97

Each morning when I reach my office, I have one simple habit—check all my emails. Most of the time, I’ll work through them in a perfunctory fashion. There are some emails, however, that I’m eager to open. You guessed it—those from loved ones.

Someone has said that the Bible is God’s love letter to us. But perhaps on some days, like me, you just don’t feel like opening it and your heart doesn’t resonate with the words of the psalmist: “Oh, how I love Your law!” (Ps. 119:97). The Scriptures are “Your commandments” (v.98), “Your testimonies” (v.99), “Your precepts” (v.100), “Your word” (v.101, emphasis added).

A question by Thomas Manton (1620–1677), once a lecturer at Westminster Abbey, still holds relevance for us today. He asked: “Who is the author of Scripture? God. . . . What is the end of Scripture? God. Why was the Scripture written, but that we might everlastingly enjoy the blessed God?”

It is said of some people that the more you know them the less you admire them; but the reverse is true of God. Familiarity with the Word of God, or rather the God of the Word, breeds affection, and affection seeks yet greater familiarity.

As you open your Bible, remember that God—the One who loves you the most—has a message for you. —Poh Fang Chia

Oh, may I love Thy precious Word,
May I explore the mine,
May I its fragrant flowers glean,
May light upon me shine! —Hodder

Knowing the Bible helps us know the God of the Bible.

Bible in a year: Genesis 23-24; Matthew 7

Insight

The author of Psalm 119 (the longest psalm in the Bible) is not named. Some scholars say it was penned by Ezra, whose devotion to God’s Word is well-attested (Ezra 7:10; Neh. 8:1-9). Others say David composed it. Despite being scorned and ridiculed for trusting the Scriptures (vv.22-23,31,42,46,78), the psalmist did not waver but remained fully committed to them. In today’s passage, the psalmist affirms his deep love for God’s law (v.97) and testifies how constant meditation on it has made him wiser than his enemies (v.98), his teachers (v.99), and the older (wiser) men of his day (v.100). God’s Word provides wisdom and perspective for living.

Our Daily Bread — Extraordinary Showers

READ: Ezekiel 34:25-31

There shall be showers of blessing. —Ezekiel 34:26

What do fish, tadpoles, and spiders have in common? They have all fallen from the sky like rain in various parts of the world. Fish fell on the Australian town of Lajamanu. Tadpoles pelted areas of central Japan on multiple occasions. Spiders showered down on the San Bernardo Mountains in Argentina. Although scientists suspect that the wind plays a part in these intriguing showers, no one can fully explain them.

The prophet Ezekiel described a far more extraordinary downpour—a shower of blessing (Ezek. 34:26). Ezekiel spoke of a time when God would send blessings like rain to refresh His people. The Israelites would be safe from enemy nations. They would have enough food, be liberated from slavery, and be freed from shame (vv.27-29). These gifts would revive Israel’s relationship with God. The people would know that God was with them, and that “they, the house of Israel, [were His] people” (v.30).

God blesses His modern-day followers too (James 1:17). Sometimes blessings abound like rain; sometimes they trickle in one by one. Whether many or few, the good things we receive come with a message from God: I see your needs. You are mine, and I will care for you. —Jennifer Benson Schuldt

“There shall be showers of blessing”—
This is the promise of love;
There shall be seasons refreshing,
Sent from the Savior above. —Whittle

Daily blessings are daily reminders of God.

Bible in a year: Genesis 20-22; Matthew 6:19-34

Insight

In today’s passage, the prophet Ezekiel offers a message of future hope and peace to a nation that had suffered defeat and was living in exile far from their homeland. Ezekiel 34:20-24 speaks of the shepherd who God will raise up to lead His people in the wonderful age described in verses 25-31. Jesus calls Himself the Good Shepherd (John 10:11-18), and the joy and peace described in Ezekiel 34 are ours only in Him.

Our Daily Bread — Where Can I Help?

READ: Galatians 6:1-10

As we have opportunity, let us do good to all, especially to those who are of the household of faith. —Galatians 6:10

Last winter our city was hit by an ice storm. Hundreds of ice-heavy tree limbs cut into power lines, leaving thousands of homes and businesses without electrical power for days. Our family kept basic energy coming into the house through a generator, but we were still unable to cook meals. As we set out to find a place to eat, we drove for miles past closed businesses. We finally found a breakfast restaurant that had not lost power, but it was packed with hungry customers who were in the same fix as we were.

When a woman came over to take our order for food, she said, “I’m not really an employee of this restaurant. Our church group was having breakfast here, and we saw how the staff was overwhelmed with so many customers who came in. We told the restaurant management we would be willing to help by waiting on tables if it would ease the burden and help people to get fed.”

Her willingness to serve reminded me of Paul’s words: “As we have opportunity, let us do good to all” (Gal. 6:10). In light of the many needs around us, I wonder what could happen if we all asked God to show us opportunities to serve Him and help others today. —Dennis Fisher

Dear Lord, show us where and how we might
serve others and ease their burdens. Give us
hearts of love and compassion that reflect
Your love. Then help us to take action.

We follow the example of Christ when we serve people in need.

Bible in a year: Genesis 18-19; Matthew 6:1-18

Insight

The letter to the Galatians is one of the most intense in the New Testament. Paul was dealing with a legalistic Judaism seeking to impose the demands of the law upon people who had, by faith, embraced grace in Christ. This legalism was intended to pull those followers of Christ back into a performance-oriented approach to pleasing God. Our service for God is to come from an overflowing heart of appreciation for His love for us.